Profesionalisme Jurnalis Dalam Pemberitaan di Media Massa

Feri Hyang Daika

Perkembangan media massa-masa kini telah menunjukkan suatu peningkatan yang sangat signifikan setelah melewati periode “masa gelapnya” media massa pada saat orde baru. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan pers telah benar-benar dijunjung tinggi dan diakui oleh pemerintah. Tidak seperti masa sebelumnya dimana perkembangan media massa benar-benar dikendalikan dan di kontrol sepenuhnya oleh pemerintah melalui kementerian penerangan yang intinya adalah untuk membatasi penyampaian berita maupun isi berita, terutama yang berkaitan dengan kebobrokan pemerintah Indonesia pada saat itu yang salah satunya adalah maraknya aksi korupsi dikalangan penguasa. Media massa “dilarang” memberitakan aib pemerintah, begitulah salah satu bentuk intervensi pemerintah terhadap independensi media massa dalam menyampaikan berita kala itu.
Tentu saja hal ini bukan saja telah “menyunat” muatan pemberitaan yang sifatnya informatif dan edukatif kepada masyarakat, tetapi juga telah mengintimidasi para jurnalis dengan tekanan-tekanan yang luar biasa dari pihak pemerintah.

Lepas dari masa suram kehidupan jurnalis dan media massa yang diawali dengan runtuhnya rezim orde baru, membuat sebuah harapan besar akan cita-cita kebebasan pers dan independensi media massa akhirnya benar-benar tercapai seperti saat ini.

Euforia akan kebebasan pers telah menjelma menjadi sebuah mimpi buruk bagi pemerintah sebab media masa kini bebas dan leluasa untuk mengkritik pemerintah dan menyampaikan pemberitaan buruk dari instansi pemerintah yang dinilai korup dan sebagainya. Juga saat ini kita dengan mudah dapat mengakses pemberitaan dari dunia internasional sekalipun tanpa harus ada istilah sensor dari pemerintah.

Namun pekembangan media massa yang demikian tentu haruslah didukung oleh sikap profesionalisme kerja para jurnalis juga, jangan sampai nilai objektivitas dalam sebuah pemberitaan di media menjadi terabaikan. Dalam hal ini, media sudah seharusnya berada dalam porsi yang seimbang. Artinya, tidak melebih-lebihkan suatu pemberitaan pun juga tidak mengurangi substansi atau isi pemberitaan tersebut dan jangan sampai asas kuno yang berbunyi “bad news is good news” atau berita buruk adalah berita baik bagi media menjadi sebuah acuan dalam sebuah pemberitaan.

Apalagi dalam sebuah berita, sudah selayaknya ia bukan hanya sekedar informatif atau menyampaikan informasi belaka tetapi haruslah edukatif pula atau paling tidak mengandung unsur edukasi bagi para pembaca atau pendengar berita.

Mengingat akan karakteristik masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi dan terpancing oleh isu-isu maupun pemberitaan miring soal pemerintah, agama dan sebagainya yang sangat sensitif menjadikan media massa harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan sebuah berita. Disinilah objektivitas pemberitaan dan profesionalisme jurnalistik benar-benar diuji.