Kebijakan Impor Beras dan Ketahanan Pangan Indonesia

Oleh: Feri Hyang Daika

Sumber: google.com
Pada awal-awal kemerdekaan, negara ini memang telah mengejutkan dunia internasional, khususnya kawasan Asia Tenggara dengan berbagai pencapaian-pencapaian yang cukup gemilang dalam berbagai sektor. Salah satunya adalah pertanian. Indonesia kala itu dijagokan sebagai negara lumbung padi dikawasan Asia Tenggara yang mampu menyuplai kebutuhan beras untuk konsumsi dalam negeri dan hal itu memang benar saja terjadi. Masih terekam jelas bahwa ekses dari keberhasilan Indonesia memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri khususnya beras tersebut kemudian membuat pemerintah pada saat itu menerapkan kebijakan bahwa seluruh bangsa Indonesia harus makan nasi, (beras) sampai-sampai pemerintah Indonesia melakukan swasembada beras pada tahun 1982 dan bahkan mampu memproduksi beras sebanyak 25,8 juta ton per tahun serta memberi bantuan 1 juta ton padi kering kepada rakyat Afrika yang kala itu dilanda kelaparan.

Lain dulu, lain sekarang. Begitulah kata pepatah yang menggambarkan keadaan Indonesia tempo dulu dan sekarang. Jika kita menengok sejarah, memang benar bahwa negara ini pernah mencapai masa gemilang dalam hal hasil sawah. Tetapi apabila kita mengamati kondisi pangan Indonesia masa kini, tentu akan sering kita jumpai pemberitaan-pemberitaan yang mengabarkan bahwa seringkali pemerintah mengeluarkan kebijakan impor kebutuhan sembako dari berbagai negara. Sebut saja misalnya beras yang kerap kali diimpor dari negara Vietnam atau dari Thailand.

Kebijakan impor sembako tersebut tentu menjadi sebuah cerminan atau gambaran tentang gagalnya ketahanan pangan bangsa kita. Barangkali kita bisa mengatakan bahwa ketahanan pangan bangsa kita sangatlah lemah. Bahan makanan seringkali susah didapat di pasaran dan harganya pun tentu saja melambung tinggi. Dalam beberapa kasus, kelangkaan dan tingginya harga bahan pangan disebabkan oleh kondisi cuaca yang mengakibatkan gagal panen, pendistribusian yang kurang lancar hingga susahnya pupuk bagi para petani.

Gagal panen bukanlah satu-satunya penyebab dari susahnya mendapat bahan pangan dan harga yang tinggi, melainkan poin pentingnya adalah lemahnya sistem ketahanan pangan di negara kita untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Lemahnya ketahanan pangan inilah yang mengakibatkan kita akhirnya harus mengimpor bahan pangan dari berbagai negara. Dengung-dengung tentang surplus beras yang pernah diuatarakan oleh Bulog hampir saja menjadi sebuah wacana belaka manakala saat ini pemerintah akan membentuk Timnas Beras untuk menanggulangi kurangnya produksi pangan dalam negeri, yang dengan kata lain dapat diterjemahkan sebagai berita buruk bagi ketahanan pangan dalam negeri.

Tak heran jika banyak pengamat dari berbagai lembaga internasional memprediksi bahwa bangsa Indonesia kembali akan melakukan impor beras pada tahun ini. Seperti yang dikutip dari metrotvnews.com, Departemen Pertanian Amerika Serikat memprediksikan Indonesia akan mengimpor 1,75 juta ton pada tahun 2011 ini dan sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara importir beras nomor 4 terbesar didunia bersama Nigeria, Filiphina dan Arab Saudi.

Konflik ketahanan pangan ini tentu menjadi sebuah sinyalemen yang harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah untuk secara cepat dan tepat melakukan langkah antisipatif terhadap lemahnya ketahanan pangan bangsa ini, terutama dalam memperkuat produksi beras dalam negeri yang selajan dengan konsepsi negara agrasis agar konsumsi pangan dalam negeri tetap terjaga dan menjauh dari ancaman bahaya bencana kelaparan.