Sekilas Tentang Korban dan Kejahatan

A. Pengertian Korban
Undang-undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana (Pasal 1 angka 2).
Korban juga didefinisikan oleh van Boven yang merujuk pada Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan sebagai berikut: “orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakan (by act) maupun karena kelalaian (by omission).”
Secara luas pengertian korban diartikan bukan hanya sekedar korban yang menderita langsung, akan tetapi korban yang tidak langsung pun juga mengalami penderitaan yang dapat diklasifikasikan sebagai korban. Yang dimaksud korban tidak langsung disini seperti isteri kehilangan suami, anak yang kehilangan bapak, orang tua yang kehilangan anaknya dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Mandelson, berdasarkan derajat kesalahannya korban dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:
1. Yang sama sekali tidak bersalah
2. Yang jadi korban karena kelalaiannya
3. Yang sama salahnya dengan pelaku
4. Yang lebih bersalah daripada pelaku
5. Yang korban adalah satu-satunya yang bersalah (dalam hal ini pelaku dibebaskan)

B. Hak-Hak Korban
Hak-hak korban diatur dalam Pasal 5 Undang-undang No 13 tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban, yang menyebutkan bahwa korban berhak untuk:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan perlindungan dan dukungan keamanan.
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
d. Mendapat penerjemah.
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat.
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
g. Mendapatkan informasi mengenai keputusan pengadilan.
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
i. Mendapat identitas baru.
j. Mendapatkan tempat kediaman baru.
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.
l. Mendapat nasihat, dan/atau
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.
Adapun hak-hak para korban menurut van Boven adalah hak untuk tahu, hak atas keadilan dan hak atas reparasi (pemulihan), yaitu hak yang menunjuk kepada semua tipe pemulihan, baik material maupun nonmaterial bagi para korban pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak tersebut telah terdapat dalam berbagai instrument-instrumen hukum mengenai hak asasi manusia yang berlaku dan juga terdapat dalam yurisprudensi komite-komite hak asasi manusia internasional maupun pengadilan regional hak asasi manusia.

C. Pengertian Kejahatan
Kejahatan menurut hukum pidana adalah setiap tindakan yang dilakukan melanggar rumusan kaidah hukum pidana, dalam arti memenuhi unsure-unsur delik, sehingga perbuatan tersebut dapat dihukum. Atau perbuatan yang dilarang atau diancam pidana barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut.
Kejahatan dalam konsep yuridis juga berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukuman pidana. Sejalan dengan pengertian tersebut, Wirjono Prodjodikoro mengatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.
Van Hattum mengatakan bahwa suatu peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang menyebabkan hal seseorang (pembuat) mendapatkan hukuman atau dapat dihukum.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kejahatan dalam arti yuridis adalah kejahatan yang diatur oleh undang-undang. Atau dengan kata lain, setiap perbuatan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai undang-undang.

Referensi: Rena Yulia, Viktimologi; Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.