Pengertian Perbuatan Melawan Hukum



A. Definisi Perbuatan Melawan Hukum

Sumber: www.google.com
Dahulu pengadilan menafsirkan “melawan hukum” hanya sebagai pelanggaran dari pasal-pasal hukum yang tertulis semata-mata (pelanggaran perundang-undangan yang berlaku) tetapi sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda, dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya untuk pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata, melaikan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat.

Sejak tahun 1919 tersebut di negeri Belanda dan demikian juga di Indonesia, perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut:
  1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
  2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
  3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
  4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
.
Berikut ini penjelasannya untuk masing-masing kategori sebagai berikut:

1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hk-hak sebagai berikut:

a. Hak-hak pribadi (persoonlijkheidsrechten)
b. Hak-hak kekayaan (vermosgensrecht)
c. Hak atas kebebasan
d. Hak atas kehormatan dan nama baik

2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
Yang dimaksudkan dengan kewajiban hukum disini adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, manakala tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak lain maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian berdasarkan atas perbutan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata).

4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini atau yang disebut dengan istilah zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal-pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat. Keharusan dalam pergaulan masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang yang karena salahnya menimbulkan kerugian kepada orang lain.

Dalam ilmu hukum dikenal ada tiga kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan dan kelalaian)
3. Perbuatan Hukum karena kelalaian.

B. Unsur – Unsur Perbuatan Melawan Hukum 
Sesuai dengan ketentuan 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum.
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
4. Adanya kerugian bagi korban.
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Berikut ini penjelasan dari masing-masing unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adanya suatu perbuatan.

Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh perbuatan si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (secara aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu padalah ia berkewajiban untuk membantunya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari kontrak). Karena itu terhadap perbuatan melawan hukum tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagai mana yang terdapat dalam kontrak.

2. Perbuatan tersebut melawan hukum.

Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum itu diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai beriku:
a.  Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku
b.  Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau
c.  Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
d.  Perbuatan yang betentangan dengan kesusilaan (goedezeden) atau
e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.

3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.

Karena Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (sechuld) dalam suatu perbuatan melawan hhukum maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Ada unsur kesengajaan, atau
  2. Ada unsur kelalaian
  3. Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf seperti keadaan overmahct, membela diri, tidak waras dan lain-lain.

4. Adanya kerugian bagi korban.

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materiil maka kerugian karena melawan hukum di samping kerugian materiil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immateriil, yang juga akan dinilai dengan uang.

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dan kerugian yang ditumbulkan juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum.
Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanya merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.

C. Dasar Hukum Beserta Isi Pasalnya

a. Pasal 1365 KUHPerdata
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

b. Pasal 1366 KUHPerdata
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau kurang hati-hatinya”.

c. Pasal 1367 KUHPerdata
“Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.
Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal terhadap mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali.

Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.

Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada dibawah pengawasan mereka.

Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orang-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu.”

D. Macam – macam bentuk Perbuatan Melawan Hukum
  1. Nofeasance, yakni merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum.
  2. Misfeasance, yakni perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang mempunyai hak untuk melakukannya.
  3. Malfeasance, yakni merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya.


Referensi:
1. Muchsin, H. Ikhtisar Ilmu Hukum. Jakarta. BP IBLAM. 2006
2. KUHPerdata