Hukuman Mati Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Oleh: Feri Hyang Daika

Di bidang hukum dan keadilan di Indoneisa beberapa tahun belakangan ini membawa persoalan hukuman mati menjadi sebuah perdebatan. Ada sekalangan pihak yang sangat mendukung dilakukannya hukuman mati terhadap “penjahat” yang istilah untuk kejahatan yang dilakukannya itu berasal dari konstruksi masyarakat, begitulah yang tersirat dalam ajaran teori kriminologi kritis.

Ada pula yang berpendapat bahwa hukuman mati tidaklah dipandang sebagai sebuah bentuk hukuman yang paling efektif dan efisien dalam rangka untuk ikut menanggulangi kriminilitas dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya yang tejadi didalam masyarakat. Hukuman mati tidak lagi dipandang sebagai ancaman yang dapat atau bisa untuk mencegah orang untuk melakukan kejahatan terutama terhadap nyawa orang lain.

Terhadap pendapat yang terakhir ini saya setuju sekali. Negara yang mewakili pihak yang dirugikan dan kemudian mengatur, menuntut serta punya cukup andil intervensi dalam hal putusan hukuman mati terutama apabila menyangkut permasalahan nyawa orang banyak ternyata menurut saya bisa dipandang kurang bijaksana dalam menentukan sikap.
Sudah banyak korban dari peraturan yang mengatur tentang hukuman mati ini namun apa yang terjadi?

Negara kita masih saja tetap tidak aman bahkan kejahatan yang terjadi terhadap jiwa atau nyawa orang lain (pembunuhan) masih saja tetap banyak terjadi dan hampir-hampir menghiasi setiap pemberitaan media pertelevisian dalam acara-acara yang menyajikan laporan kejahatan atau kriminalitas. Sering kita dengar bahwa pembunuhan terjadi disana-sini. Lalu apakah gunanya aturan serta ancaman hukuman mati terhadap pelanggar kejahatan tersebut? Bak singa ompong tak tak punya apa-apa.

Negara membunuh penjahat atau pembunuh dengan dalil hukuman kepadanya atas perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa orang lain dan telah melanggar hak asasi manusia untuk hidup yang telah dijamin negara lewat berbagai peratuan perundang-undangan bahkan dalam Pancasila dan UUD 1945 sendiri.

Seorang yang dikatakan penjahat melakukan pembunuhan kemudian oleh negara dijatuhi hukuman mati (dibunuh) karena telah mengambil nyawa orang lain dan dengan kata lain telah melanggar hak asasi manusia untuk hidup. Apa bedanya ia dengan penjahat tersebut? Negara tidaklah lebih seperti penjahat tersebut. Ia juga sama saja dengan pembunuh tersebut yang mengambil nyawa atau melanggar hak asasi seseorang untuk hidup dengan alasan ia telah melakukan hal yang sama pula. Dengan perkataan lain, negara juga dapat disebut sebagai pembunuh.

Bagaimana mungkin sebagai suatu negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia tetapi ia sendiri tak melakukannya dengan sepenuh hati.

Penerapan hukuman mati menurut saya sudah layak untuk ditinggalkan, tidak ada jaminan bahwa dengan kita terus menerapkan hukuman mati kejahatan akan lebih kecil bahkan yang terjadi adalah bahwa meskipun kita menerapkan hukuman mati namun kejahatan terhadap nyawa sendiri masih saja banyak terjadi dan hal ini tidak sesuai dengan semboyan negara kita untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia.