Memahami Hubungan Kerja


Sumber: www.google.com
      Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur kerja, upah dan perintah. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjan kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan buruh. 
       Isi perjanjian kerja tersebut memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak yang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perburuhan dan perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP). Terdapat dua macam perjanjian kerja, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). 


            Dikalangan umum, PKWTT dikenal dengan istilah buruh tetap, sedangkan PKWT dikenal sebagai buruh kontrak. Yang perlu diingat adalah bahwa hanya sifat dan jenis pekerjaan tertentu saja yang bisa dilaksanakan dengan hubungan kerja kontrak.  Sifat dan jenis pekerjaan tertentu yang disebutkan di atas dapat dilihat dalam Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

           
       Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis ataupun lisan. Perlu diketahui bahwa hanya PKWTT/buruh tetap saja yang dapat dibuat secara lisan. Setelah perjanjian lisan tersebut disepakati, pengusaha wajib untuk membuat surat keputusan  (SK) pengangkatan buruh. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana denda. Meskipun perjanjian kerja secara lisan tidak menjamin adanya kepastian hukum, namun mempunyai konsekuesnsi hukum yang sama dengan perjanjian kerja secara tertulis.

       Dalam pembuatan perjanjian kerja, pengusaha bertanggung jawab atas segala hal atau biaya yang diperlukan. Dasar dari perjanjian kerja adalah:
  1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;
  2. Adanya kemampuan atau kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum;
  3. Adanya pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dibawah pimpinan pengusaha;
  4. Bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan yang berlaku;
  5. Adanya upah yang dibayarkan kepada buruh.

      Perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat sepakat dan kecakapan melakukan tindakan hukum dapat dibatalkan. Sedangkan perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat adanya pekerjaan, upah, perintah dan pekerjaan yang tidak bertentangan dengan hukum menjadi batal demi hukum sebagai perjanjian. Hal ini dikarenakan, jika tidak memenuhi syarat adanya pekerjaan yang dilakukan pekerja di bawah pimpinan pengusaha dan adanya upah sebagaimana disebutkan dalam butir 5,  perjanjian tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan hukum yang disebut hubungan kerja antara buruh dan pengusaha.

Isi dari sebuah perjanjian kerja sekurang-kurangnya memuat:
  1.  Nama, alamat dan jenis usaha:
  2.  Nama, jenis kelamin, umur dan alamat buruh;
  3. Jabatan atau jenis pekerjaan;
  4. Tempat kerja;
  5.  Besarnya upah dan cara pembayarannya;
  6.  Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan buruh;
  7. Tanggal dimulainya perjanjian dan jangka waktu perjanjian;
  8. Tempat dan tanggal perjanjian dibuat;
  9. Tandan tangan pihak pengusaha dan buruh.
      Hubungan kerja terjadi pada saat secara nyata (de facto) seseorang melakukan pekerjaan dibawah pimpinan  atau perintah orang lain (pengusaha) dan menerima upah.

Sumber: Buku Panduan Hukum di Indonesia, YLBHI, PSHK, 2009